23.9.18

Perjalanan


Aku selalu menemukan hal-hal menarik ketika aku berada di perjalanan. Dari dulu, aku memang selalu suka melamun. Eh, merenung, lebih tepatnya. Melamun sepertinya adalah diksi yang negatif.

Apa pun itu, yang ingin kusampaikan adalah, aku suka sekali merenung saat berada di perjalanan. Entah itu di bus yang melaju dari ke kota kelahiranku ke kota kelahiran orang tuaku di provinsi sebelah, atau di pesawat terbang yang melaju pada ketinggian 12.000 meter di atas permukaan bumi, bahkan di dalam angkutan umum yang pengap sekalipun.

Aku ingat aku pernah membuat catatan di ponsel nokia E63 biruku, sebuah intisari dari renungan saat aku berada di bus Damri dari bandara Soekarno Hatta ke kawasan Tanah Abang. Kalau kau tidak percaya, kau bisa meminta buktinya padaku. Aku masih menyimpannya. Aku bahkan mencari catatan itu dari draft di ponsel tuaku saat aku menulis tulisan ini. Begini bunyi catatan itu:

Hidup itu kayak naik bus. Kita sengaja datang lebih awal untuk pilih tempat duduk yang paling pewe (posisi wenak, istilah lain dari nyaman), tapi kita enggak tahu siapa yang kemudian bakal duduk di bangku samping kita.

Kau bingung apa maknanya? Tidak mengapa. Itu adalah catatan ngawur aku sendiri, yang aku salin agar aku tidak lupa atas hal-hal yang aku alami.

Kala itu, aku sengaja duduk di tempat yang paling nyaman, hingga akhirnya ada seseorang berbadan besar yang duduk di sampingku. Ia duduk mendempet badanku hingga akhirnya aku harus bergeser dan hanya menduduki dua pertiga kursiku. Itu masih tak mengapa.

Kau tahu apa yang lebih parah? Bau badannya sungguh tak sedap. Aku hanya bisa berpasrah karena tak ada kursi lain yang tersisa.

Begitulah kalau naik kendaraan umum. Kau pikir kau sudah mengantisipasi segala hal dengan datang lebih awal, memilih bangku favoritmu, membawa permen mint yang sengaja kau beli di mini market sebelum ke halte, serta menyiapkan headset dan bantal leher. Kau mungkin sudah berekspektasi atas siapa yang akan menemanimu di perjalanan itu.

Begitu juga perjalanan hidup. Kau sudah mempersiapkan masa depan yang—kau pikir akan—nyaman, hanya untuk mengetahui rencanamu mengalami perubahan tak terduga dan tak terhindar di detik terakhir.

Bicara soal antisipasi dan kenyataan perjalanan, aku masih punya kisah lain untuk kau simak. Masih soal perjalanan yang tak berjalan mulus, tentunya. Memang yang buruk-buruk lebih gampang meninggalkan bekas di memori. Tapi tak apalah, toh aku bisa mengambil hikmah dari hal-hal yang tak diharapkan seperti ini.

Waktu itu sedang libur sekolah. Ayah mengajak kami untuk liburan bersama keluarga dari teman-teman dekat ayah. Aku ingat, waktu itu keluarga Om Bas berangkat lebih dulu untuk menyiapkan vila yang akan kami gunakan.

Ketika kami hendak berangkat, Om Bas menghubungi ayah. Dia bilang untuk tidak lewat jalan utama. Macet total, katanya. Mobilnya sudah terjebak hampir satu jam di posisi yang sama.

Berbekal pesan itu, kami pun berbelok dan memilih jalur alternatif sebelum sampai ke lokasi macet yang sudah diwanti-wanti. Jalur itu bukan jalan lintas utama, tapi sedikit memutar karena melewati perkebunan dan pemukiman warga.

Setelah lebih 1,5 jam berjalan tanpa hambatan, kami mulai masuk ke jalan yang rusak. Jalan itu sudah diaspal, tapi berbolong-bolong besar dan dalam. Belum lagi comberan sisa hujan sebelumnya yang membuat ayah harus lebih berhati-hati. Meski demikian, kami masih bersyukur. Ini lebih baik daripada terjebak macet yang tidak tahu pangkalnya di mana.

Tak lama setelah itu, perjalanan kembali mendapat hambatan karena ada kecelakaan bus. Hanya satu jalur yang dibuka dan dilalui secara bergantian oleh kendaraan di dua jalur. Antreannya cukup panjang. Tapi ayah masih membesarkan hati kami, ini masih lebih baik ketimbang macet tanpa tahu ujungnya di mana.

Sayang sekali rasa syukur itu tak berlangsung lama. Dari kejauhan kami melihat deretan mobil yang kembali mengular. Kami pun bertanya-tanya, apa lagi ini?

Ternyata ada pohon tumbang karena hujan deras tadi malam. Kali ini ayah terdiam, tak bisa lagi menghibur hati anak-anaknya. Gantian ibu melipur lara dengan membuka bungkus keripik kentang bermicin untuk kami. Sepertinya perjalanan ini akan terasa amat lambat.

Pada hari itu aku menyadari, bahwa dengan pilihan yang berbeda, belum tentu semuanya jadi lebih baik. Kau hanya bisa mengantisipasi dari hal yang kau tahu, dari informasi, pengalaman atau pembelajaran yang kau dapat. Tapi hidup tak sesederhana itu.

Ada terlalu banyak variabel di dunia ini. Variabel-variabel ini membuat yang namanya ‘kemungkinan’ jadi tidak terbatas. Kau pikir pilihanmu adalah jalan yang terbaik, padahal bisa saja yang terjadi adalah kebalikannya.

Kau juga tak bisa selalu bersandar pada pengalaman orang di hidup ini. Variabel yang kau dan dia punya berbeda. Bisa saja variabel ‘waktu’ saat kalian menempuh perjalanan membuat sebuah perbedaan besar. Bisa saja ada bantuan dari tangan yang tak kau sangka saat kau menempuh jalan yang kata orang ‘jangan dilalui’ itu.

Begitu pula sebaliknya. Perjalanan yang mulus bagi orang lain, belum tentu berakhir sama bagimu. Terlalu banyak variabel, terlalu banyak kemungkinan. Kau harus berlapang dada untuk menerima apa pun jalan yang membentang di hadapanmu, melalui jalan itu dengan sebaik mungkin yang kau bisa.

Kau tak perlu putus asa ketika tak mencapai apa yang kau targetkan. Tak perlu bersedih ketika tak mendapat apa yang kau harapkan. Yakinlah, dengan pilihan yang berbeda, belum tentu semuanya jadi lebih baik.

Ah, begitulah perjalanan. Kau bisa merenungkannya dan mencari hal-hal menarik dari apa yang kau alami.

Kau bisa renungkan, betapa perjalanan yang kau alami sehari-hari serupa dengan perjalanan hidup. Kau hanya bisa merencanakan. Sebisa mungkin kau mengantisipasi segala kemungkinan buruk dan berupaya menghindarinya. Pada akhirnya tetap saja ada kejutan-kejutan yang bahkan tak pernah terpikir olehmu bisa terjadi.

Meski begitu, itu jualah yang disebut perjalanan hidup. Meski kau mengutuki atau mensyukuri kisah perjalananmu yang satu, perjalanan itu akan mencapai penghujungnya. Pada akhirnya kau akan turun dari kendaraan beserta kisah yang kau tumpangi, mengakhiri perjalanan itu. Lalu kau pun akan kembali memulai sebuah perjalanan baru, yang akan kau petik kembali kisah dan hikmahnya.


No comments:

Post a Comment