5.7.11

Nanti, di kebun rumahku

Kalau aku punya rumah nanti, rumah itu haruslah warna-warni. Seperti taman bermain yang ada di sebelah kontrakan kami sekarang. Segala warna berpadu. Tiap warna memancarkan karakternya sendiri. Perpaduan warna-warna solid yang membuat gereja tua di sebelahnya makin redup.

Kalau aku punya rumah nanti, aku ingin rumah itu penuh dengan pohon. Pohon mangga, cemara, trembesi, rambutan, asam jawa, dan bunga-bungaan. Lengkap dengan rumput sebagai permadaninya. Aku mau rumahku punya taman hijau. Hijau yang akan melatari warna-warni cat yang aku tumpahkan pada ornamen yang ada di kebunku nanti.

Kalau aku punya rumah seperti itu, aku akan menghabiskan pagiku di kebun. Menghirup sejuknya bayu, menatap mentari pertama di hari itu, menyeruput susu sapi yang telah dipanaskan, membaca koran yang beritanya belum tentu beres, dan melihat anak-anak pergi ke sekolah.

Aku juga akan menghabiskan sore di sana. Menyaksikan setiap insan kembali ke tempat yang mereka sebut rumah, kembali pada orang-orang terdekat dalam hidup mereka. Aku akan membiarkan sinar matahari yang mulai sayau menyentuh kulitku sementara aku membaca novel atau kumpulan cerpen bergenre sastra Indonesia. Aku akan duduk di ayunan nyaman yang digantung di batang terkokoh trembesi kami. Sambil sesekali menyesap buah asam yang jatuh ke tanah.

Dan tentu saja, aku akan menghabiskan waktuku di kebun rumahku nanti pada saat mendung. Aku akan menghambur ke kebun. Melebur dengan mendung. Menghirup udara mendung rakus-rakus. Memenuhi paru-paru dengan kegagahan mendung. Lalu aku akan mengambil biolaku, dan memainkan sebuah konserto dengan lantang. Biar mendung tahu, ia punya kawan sekaligus lawan.

Suatu sore di taman berwarna-warni yang rimbun. Setelah naik cetak edisi pertama.

No comments:

Post a Comment